Sabtu, 28 Januari 2012

1 Suro Ngesot Solois Di Sarang Elang (Catper GARIS OKU Timur)

Menggapai Sunrise 1 Muharam




ini bukanlah perjalanan untuk mengungkap misteri dunia mistiik
tapi ini hanyalah perjalanan mencari kesenangan dan kepuasan...


bekos itis der

Sore Pertengahan Desember 2009
langsung aja ya gan...

Sore Pertengahan Desember 2009
Masih Seperti Biasanya.....
Hasrat liar untuk kembali menikmati kesunyian dialam bebas pun muncul kembali didalam benakku... maklum besok tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan....
kulihat kalender didinding kamar yang telah penuh dengan coretan sisa jadwal perjalanan yang lalu....
hupzzz............. menurut penaggalan jawa besok tanggal 1 suro....
saatnya uji nyali nich.....

tanpa banyak berpikir panjang langsung ane hubungi teman - teman yang lain "adakah yang yang ingin ikut serta dalam perjalanan kali ini.....

sangat disayangkan semuanya menggeleng, tak satupun yang bersedia dikarenakan mereka telah memiliki jadwal acara sendiri - sendiri....

akhirnya kuputuskan perjalanan kali ane lakukan sendiri (meskipun penuh dengan keraguan 'MALAM 1 SURO GAN).. Oalah.... perjinlah yang penting puas........................


tujuan yang paling mudah dan cepat adalah
Bukit Sarang Elang soalnya dekat rumah gan......
(sebuah bukit yang ada didaerah ane tepatnya
di kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Prov. Sumatera selatan)

Ba'da Magrib perjalanan pun dimulai
dengan motor Honda CBR andalan ane......
Hupz.. baru 10 menit kupacu sepeda motorku....
mendadak hujan rintik - rintik...

perjalanan tetap ku lanjutkan...
hanya butuh waktu 20 menit aku telah tiba di tempat penitipan motor yang biasanya menjadi titik awal pendakian kami, tetapi mengingat perjalanan kali ini kulakukan sendiri dan untuk menghemat waktu dan tenaga akhirnya kupaksakan membawa motorku menembus perkebunan penduduk untuk mencapai batas pendakian yang hanya bisa di tempuh dengan berjalan kaki.....(meskipun bingung akan dititipkan kemana motor ini nantinya)


Hmmmmm.......
ini kan malam satu suro pasti semua manusia sedang beristirahat dan tidak akan ada yang berkeliaran didalam hutan termasuk para pencuri sapi yang biasanya berkeliaran didaerahku umpetin aja di tengah hutan pikirku.... heheheeee...bodo amatlah.... kepalang tanggung.

Hujan masih tetap mengiringi perjalananku dan tampak malah semakin deras. tiba di tepian sungai ingsu.
sungai yang biasa kami lewati dengan berjalan kaki ternyata banjir.
dan tidak bisa di lewati oleh kendaraaan bermotor,....
kacau.

ane coba melakukan Tips pendakian yang pernah kudapatkan dalam sebuah artikel jika mendapat hambatan dalam pendakian....
STOP
Stop, Think, Observ, Orient, Plan (maaf gan kalo salah)

akhirnya kuputuskan untuk mencari pondok (gubuk yang mempunyai tiang tinggi yang ada di ladang dan biasanya hanya digunakan pada saat siang hari saja) didaerah ini dengan harapan ada alternatif jalan yang lain untuk menuju ke titik pendakian.....
akhirnya.....
perjalanan kulanjutkan setelah kutemukan sebuah gubuk yang ada penghuninya

perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalanan sempit di sisi perbukitan,,,,,
waduh...
seperti yang kubayangkan jalan alternatif ini benar - benar parah.

namun,,, berkat perjuangan motorku akhirnya aku melanjutkan perjalanan tanpa ada halangan... ditengah perjalanan aku dikejutkan oleh sebuah cahaya senter yang diarahkan kepadaku...
dengan hati yang berdebar – debar aku pun berhenti dan kulihat ada dua orang pria yang mendekat kearahku...


oalah.... rupanya mereka adalah penduduk daerah ini yang sedang menunggu duren... ternyata disini durennya sudah mulai berguguran. Makanya sebagian Gubuk disini tidak ditinggalkan oleh penghuninya.... jadilah aku mampir disini dengan suguhan kopi duren... maknyus....

selesai berbincang - bincang sejenak dan menyampaikan maksudku.... sekaligus memohon dengan penuh iba, akhirnya kutitipkan motorku di bawah pondok .... dengan tidak lupa terlebih dahulu mengunci motorku dengan rantai besi yang biasa ku bawa..... (buat keamanan gan)


kurang lebih pukul 21.00
Start Pendakianpun dimulai.... meskipun hujan masih tetap turun...
setelah menyeberangi sungai ingsu jalanpun mulai menanjak....

Namun setelah berjalan selama 10 menit tak jua kutemukan sebuah pondok reyot yang telah lama ditinggalakan oleh penghuninya yang menjadi patokan untuk meneruskan perjalanan, yang kutemukan hanyalah jalan buntu yang jika diteruskan yang mengarah ke bawah jurang...

ah.... mungkin tadi ketika dibawah ada kesalahan saat menentukan arah.... pikirku.

kuputuskan untuk kembali ke bawah lagi, ketepian sungai yang menjadi titik awal pendakian tadi...

Bismillahhirhmanirrahim....

kembali ku ulangi,,,, tetapi tetap seperti semula....
mungkinkah aku yang salah mengambil arah... padahal seingatku baru juga 5 bulan yang lalu aku kesini...

hadoh,, gawat neh... hujan tak jua reda sementara aku masih tetap seperti tadi,,,, bolak balik menentukan arah mencari tanda penunjuk diatas....

sudah hampir satu jam berputar putar ternyata capek juga....
kacau nih... mental udah mulai turun.... dan pikiran sudah mulai macam - macam.... jin, setan dan lainnya sudah mulai memasuki pikiranku.... kuputuskan untuk duduk sejenak, menikmati sepotong makana ringan dalam hisapan rokok yang sudah rada - rada lembab namun masih terasa nikmat....

Pulang sajalah jerit satu sisi hati kecilku,,, nanti berbahaya kalau diteruskan... namun sisi hati yang lainnya ikut angkat bicara...Buang jauh semua banyangan yang akan mengacaukan pikiranmu,,,, santailah sejenak dan teruslah berusaha... puncak pasti kau gapai malam ini..

Setelah kutimbang dengan neraca hati akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan,, berbekal golok yang telah kubawa, perlahan ku tebas semak belukar yang menghalangi sambil terus mengingat kembali arah yang biasa kami lewati dengan harapan dapat menemukan pondok reyot tersebut...


Hupzzz.. akhirnya tiba juga aku diatas,,,, ternyata pondok reyot yang dulunya masih berdiri sekarang sudah roboh dan yang tersisa hanya puing - puing keruntuhan.... (mirip seperti runtuhnya gedung WTC)



Perjalanan dilanjutkan....
mengikuti tanda yang arah yang dahulunya kami pasang disepanjang jalur sampai kepuncak.... menyusuri sisa - sisa perkebunan kopi dan mulai memasuki kawasan hutan jalan mulai menyulitkan karena terjalnya jalur dan berbatu yang rentan akan longsor. perlahan kulewati setapak demi setapak.
tiba di galangan satu aku kembali bersitirahat sejenak sambil menikmati dinginnya ujan yang yang sudah mulai reda...

Puncak galangan (sebutan kami untuk Puncak Bukit sarang elang yang mirip dengan galangan sawah) telah tampak di ujung mata, tapi aku tidak ingin terburu - buru karena kondisi jalur yang semakin menyulitkan...

akhirnya.... sekitar pukul 00.30 sampai juga di Puncak Galangan Sarang elang.

Hupzz... hujan kembali datang menyambut kehadiranku....
tanpa banyak menunggu, aku langsung menuju tempat yang biasanya kami gunakan untuk mendirikan tenda..... lega.. setelah tenda terpasang kulanjutkan untuk memasak mi dan membuat

kunikmati malam ini dengan kesendirianaku hingga pagi menjelang datang dan alhamdulillah tidak ada penampakan meskipun 500 meter dari tenda ada sebuah makam yang katanya???? makam keramat.... entahlah... sampai sekarang tidak ada penjelasan yang pasti mengenai makam tersebut!!! apakah memang sebuah makam ataukah hanyalah sebuah gundukan batu biasa yang dibentuk seperti makam untuk menciptakan sebuah mitos bagi masyarakat disini.. wallahualam...




sepi.....
disini sunyi
hanya suara hujan menciptakan nada diatas tenda
hanya hembusan angin menabuh dedaunan
dan sesekali suara serangga malam
mengiringi melodi didalam kelam
kau masih seperti dulu
menerima kehadiranku...
menyapa hatiku yang ingin selalu menggapaimu
mengapa aku disini
hanya aku dan kau yang mengerti...


Potret Puncak Elang


 view kabut di puncak sarang elang

 Kesunyian di muka tenda


Suasana Puncak Galangan Sarang Elang


menikmati pesona alam dari puncak sarang elang


Kamis, 26 Januari 2012

Kumpulan Puisi Alam Bebas


Anak Gunung
by wizurai on September 16, 2008

Sepasang mata burung awasi kami dari gunung
Sesaat lenyap melekat pada kulit-kulit kayu yang murung
:langit berubah warna
Warna api dan asap-asap mimpi

Sepasang batu kali dari mata air kami jadikan kalung
sesaat bening terkena air mata penjaga hutan yang mati bertarung
:tanah berubah dingin
Dingin kabut dan matras-matras butut

Malam ini kami berbicara
Melingkar membakar lelah untuk dijadikan bara
Malam ini kami penuh dahaga
Berbaring mengecap titik-titik air langit yang berjelaga
Biarkan kami habiskan malam
Bersama pekat dan bintang bintang bisu

Biarkan juga kami bercengkrama dengan alam
Bersama lagu dan pohon-pohon yang tertidur lesu

(terasa angin jilati kuping-kuping kami)

Sementara kami bersedih
Mengingat kawan mati oleh sepasang mata burung

(langit tak lagi bersedih tapi malah meludahi kami)
Sunyi seketika berbunyi
Langkah-langkah kaki berlari
Berjejal tubuh-tubuh basah dalam tenda kami

(Malam tak restui kami mengingat kawan-kawan yang telah mati. Langit masih meludah, api masih menyala, pohon-pohon masih tertidur dan sepasang mata burung masih terjaga)


Belukar

by Pandeka Merah on Oktober 13, 2009


orang lupa
siapa dia
siapa aku

kami pohon
dia daun
aku daun

rimbun
aku teduh
dia teduh
tiada gaduh

kami pohon
persetanlah dunia
aku mau
dia mau
kami setuju

aku akar
dia akar
menyatu jadi belukar


Malam Gelombang Malam

by chras dini sabewa on September 21, 2007

syair mati di tengah malam
entah tertidur, entah binasa
tapi gelombang sunyi malam ini seakan menyisakan sayatan luka
dari memori malam
malam itu
di bawah remang bulan
di atas gemerisik rumput yang bernyanyi
daun-daun pohon kemboja juga bernyanyi
seakan tak pernah terjamah
ini malam
sama
malam itu


Kepada Sepasang Capung Merah

by katjha on November 13, 2007

langit biru bersambut,
bersama kepakan sayap-sayapmu,
terbang tinggi di atas sebuah padang hijau.
sepasang capung merah, terbang
di bawah birunya langit harapan,
berkejaran sebagai mahligai kecintaan yang melambung tinggi
dalam angan dan impian.
sesaat kujemput pagi ini
dengan senyum dan detak jantung berirama,
kutatap langit biru,
julihat setitik warna merah berpasangan,
kulihat seberkas gairah yang berkejaran
pada birunya rona langit pagi ini.
sebuah pagiku ….. bersama sebentuk kejenuhan,
kulempar pada sepasang capung merah.
seraya kubisikkan dengan liri “usiklah gairah kecintaanku ini”
dengan warna merahmu, seperti musim dingin
yang mengugurkan bunga-bunga sakura.
seperti juga kerinduan ini akan bersemi,
karena kusambut sosok bayangnya,
walau dari mimpi dan sudut keinginan yang mana.
kepada sepasang capung merah,
bawalah bisikan ku itu terbang,
dan singgahkanlah pada tempat yang jauh.
agar dapat kubersembunyi
dari pagi yang sesak dan penuh kegamangan.
terbanglah …….
dan marilah kita jelang impian kita sendiri-sendiri.



Membaca Sebuah Pagi

by katjha on Oktober 8, 2010

Desah nafas angin tertambat
menyentuh pucuk-pucuk rumput berembun
tumpah terderai, lirih
tanpa suara singgah ke telinga orang-orang.
Udara dingin
langit biru mengambang awan putih tertunda
derak-derak kabut tipis seterngahnya tertumpah
ke bawah,
setengah terbawa angin ke atas mega-mega.
Sepi, belum beranjak
jauh tingkah lengking burung-burung pagi
menghamba cahaya-cahaya hangat
masih belum ada.
Sungguh pagi ini masih tertambat pada sepi,
menunggu terbuka hangat mentari dan
tepuk riang burung-burung pagi.
Dia belum ada pagi ini,
masih terlelap dalam gamang mimpi malam
dan percik-percik birahi tengah malam
yang cabul dan penuh kepalsuan.
Dia tak ada, mati
terderak dalam bisu kebinasaan
manusianya terampas setan ….
Benar kata Ibuku “dia tak berhak membaca pagi”


Bunga-bunga Kopi Menebar Senyum

by katjha on Juli 17, 2009

Kala itu waktu pagi yang remang
dan masih berselimut kabut.
sebuah penggunungan yang sepi dengan kebun-kebun kopi,
masih sepi …
hening dan tiada keraguan untuk menyambut pagi
bagi sepasang capung merah yang bersiap terbang di langit biru.
“sekarang adalah musim kopi”
“besok pagi singgahlah ke pondok kebun kami,
akan kuhidangkan kopi terbaik tahun lalu”
setelah itu pastinya akan kau ceritakan tentang kebersamaan
kita yang tinggal kenangan.
pagi ini, kau sambut aku di depan pondok kebun kopimu
kau tersenyum, melambaikan tangan sambil berkata
“singgahlah..barangkali dengan secangkir kopi
bisa mencairkan kebekuan yang setelah kita lama berpisah”
Sesaat … semua hening, kemudian beranjak
riuh oleh suara burung-burung liar.
Sejenak bertemu pandang, bertukar jejak kenangan pada
pelupuk mata,
engkau tersenyum manis padaku, terlihat aku tergetar
oleh senyum yang sama tiga tahun lalu.
“Bunga-bunga kopi tiga bulan yang lalu telah tersenyum padaku,
aku tahu engkau akan kembali”
“aku percaya cinta yang tulus tidak akan terpisahkan
hanya karena ketidakdewasaan kita”
“kini temanilah aku memetik biji-biji kopi di kebun ini,
semoga di musim yang akan datang, jika bunga-bunga kopi
tersenyum, itu adalah karena kita telah bersama kembali”
Sesaat hening, di luar mentari merambat naik.
sementara aku terlarut dalam kegamangan,
menunda untuk berkata, berpikir dan merasakan
apa yang terjadi, sementara
senyumnya tiada putus menghiasi sosoknya yang
anggun dengan kecantikan yang tulus.
Dalam hati aku berkata “sialan,
kenapa aku harus jatuh cinta lagi”



GUNUNG
By: Katuralisme 
Friday, December 31, 2004


Aku ingin seperti gunung yang tegar, tenang penuh kebijaksanaan.Ketika marah di hantamnya tanah-tanah dengan ganas lewat laharnya yang panas,namun marahnya bukan merusak tapi membangun kembali kesuburan tanah yang telah lama hilang di lahap mulut –mulut lapar dari mahluk yang bernama manusia.


Dari jauh tubuhnya yang kekar begitu perkasa mencakar langit, bajunya yang disulam dengan benang warna hijau biru sangat indah di pandang mata .


Aku ingin seperti gunung yang penuh kehangatan mendekap hewan-hewan dan tumbuhan yang dalam dekapanya semua terlindung dalam damai.Di tubuhnya kesejukan menebar dengan aromanya yang mempesona,kesegaran memancar dengan derasnya .


Dengan tangannya yang lembut dia selimuti tubuh-tubuh yang terlelap dalam dekapanya dengan kabut.Lagu-lagu nina bobo yang melantun dalam suasana hening makin melelapkan mata.


Aku ingin seperti gunung yang yang penuh kerendahan bersujud di depan singgasana Sang Raja.Aku ingin seperti gunung yang dari bibirnya terlantun puji-pujian yang berasal dari sungai –sungai jiwanya dengan penuh khusyuk

  
LAUT YANG RAMAI
by Ayi Jufridar

 Laut mendadak ramai
deburan ombak terseret angin
ke tengah samudera itu
sedang di bibir pantai
orang saja menari-nari

Laut mengundang sehamparan gunung samudera
datanglah dari penjuru segala
melihat kami menari
menjelang akhir sodorkan air
ketika tubuh bermandi peluh
tapi jangan suguhkan seudati*)
sebab ia sudah mati

Datang,
datanglah dari penjuru segala
ramaikan laut kami yang sepi
dengan lagumu yang sarat cinta

Lhokseumawe, Juni 2005
*) nama tarian terkenal Aceh



ANGIN LAUT
by Kuntowijoyo

Perahu yang membawamu
telah kembali
entah ke mana
angin laut mendorongnya ke ujung dunia
Engkau tidak mengerti juga
Duduklah
Ombak yang selalu
pulang dan pergi.
Seperti engkau
mereka berdiri di pantai
menantikan
barangkali
seseorang akan datang dan menebak teka-teki itu.




Mimpi Puncak Gunung

SEMINUNG ADVENTURE...


Minggu, 23 Maret 2008,,,

Hari Minggu...

Oh hari Minggu
Tak ada tempat kasbon dihari Minggu....
suara cempreng vokalis BIP memecah kesunyian pagi ini...
hari yang membosankan,,, 
Di pojok kamar masih tergantung dengan angkuhnya keril lusuh seakan berkata

Keril  : ayo tuan bawa aq pergi ke alam bebas sekarang juga!!!!.. 
Aq     :"nanti sajalah, sekarang belum waktunya...
Keril  : Kenapa tuan??? apakah tuan mau tetap bertahan melewati hari yang membosankan ini??
Aq     : benar juga!!! tapi apakah kita siap untuk berangkat tanpa persiapan???
Keril  : ayolah tuan kita masih punya waktu untuk melakukan persiapan,,. gunung telah memanggil
            tuan



Bla... blaa.. blaaa.... blaaaaa.........................
setelah terjadi percakapan yang panjang antara keril dan aq (stress mode on), akhirnya kuputuskan untuk berangkat sekarang juga.... Gunung Seminung aq akan datang..............
mumpung dirumah tidak ada orang,,, waktunya untuk bergerilya didapur, lumyan lah untuk mengurangi bajed perjalanan....

Setelah packing selesai akhirnya ku pacu sepeda motor honda CBR ku

 





Hups,,,,, Salah..... ini dia Sepeda motor butut warisan bokap yang selalu menemani perjalananku selama ini, tancap gas dengan perlahan (meskipun gas dibetot sampai titik penghabisan tetap saja perlahan........)







dua jam perjalanan aku tiba dikotabatu, setelah menitipkan motor di rumah kak sahrin, cucu dari Alm H. Sofyan yang dahulu kala pernah menjadi juru kunci gunung seminung... tanpa menunggu waktu aku langsung menuju dermaga untuk meyeberang ke Resort Wisata Air Panas dengan menggunakan Ketek (sebutan untuk sejenis Motor Boat danau Ranau)...


Danau Ranau & Gunung Seminung

Resort Air Panas

Ehmmmm.... Nampang Diatas Ketek

Perjalanan kulanjutkan menembus perkebunan kopi milik penduduk menuju Pondok Kak Sahrin yang biasa kami jadikan Pos Peristirahatan sebelum melanjutkan





























Sekian Dulu Gan,,, mhon maaf kalo kurang pas........................
ini ceritaku mana ceritamu (indomie mode on) heeee...............